Kisah Cinta Aktivis Hingga Ruang Hemodialisis
Pereview: Rifqi Khoirulanam | Anggota Komunitas Mbuku. Penulis Blog www.rifqikhoirulanam.blogspot.com |
EDENTS PUBLIKA,, Nikmah (penulis)
satu almamater dengan Mas Teguh di Undip. Namun mereka belum kenal sewaktu masa
kuliah, lantaran beda fakultas. Nikmah di FE, sedang Mas Teguh di FISIP.
Posko ICMI-lah yang berjasa memperkenalkan keduanya. Di sana
pertama kali mereka dipertemukan. Di Posko ICMI? Betul, Nikmah dan Mas Teguh
memang sesama aktivis pergerakan mahasiswa Islam. Di ruang diskusi itu, dari
situ, kemudian ‘cinta’ dimulai.
Meskipun biasa lantang berorasi, Mas Teguh bukanlah ahli soal
perempuan. Pedekate-nya dengan Nikmah tak terlalu organik karena
di-comblangin teman-temannya. Entah kenapa, Nikmah yang awalnya
juga malu-malu itu, kemudian mantap menerima Mas Teguh. Hingga akhirnya, cinta
berlanjut ke pernikahan 29 Agustus 1999.
Nikmah menjadi dosen dan Mas Teguh aktif di partai politik. Mereka
menetap di Kota Semarang. Menjadi keluarga kecil sederhana, cukup dan bahagia.
Bulan Juni tahun 2000, kebahagiaan bertambah tatkala lahir putra pertama
mereka, disusul putra kedua di tahun 2003.
Waktu berjalan. Kisah cinta Nikmah dan Mas Teguh tidak berjalan
mulus begitu saja. Bumbu-bumbu konflik mulai datang. Cinta mereka diuji, dengan
ujian kesetiaan. Tapi bukan perselingkuhan, orang ketiga, atau berebut harta
seperti kisah manusia pada umumnya. Kehidupan mereka mulai berubah ketika Teguh
sang suami, divonis gagal ginjal. Saat itu, raut muka kebahagiaan tiba-tiba
meredup, menjadi kesedihan.
Gagal ginjal merupakan penyakit degeneratif yang mengakibatkan
penderitanya mengalami penurunan kemampuan fisik dan ingatan. Bahkan, harus
rutin menjalani hemodialisis (cuci darah), paling tidak 2 kali dalam sepekan.
Mas Teguh kerap tiba-tiba tak sadarkan diri, atau terkadang meracau dan
marah-marah.
Bagi mereka musibah ini bukanlah hal kecil. Pasalnya passion
keduanya merupakan aktivis, yang terbiasa memiliki mobilitas tinggi. Tiba-tiba datang
kondisi yang membatasi mereka. Bagai sangkar yang tak hanya mengurung fisik,
namun juga memenjarakan ide pemikiran.
Atau bisa jadi ini menguji ke-aktivisan mereka. Jika benar mengaku
aktivis maka perlu dibuktikan ketahanannya menghadapi kondisi itu?
Judul: Cinta di Balik Kelambu
Hemodialisis
Penulis: Nikmah Yuana
Penerbit: Media Edents Publika
Tebal: 254 hlm/Bookpaper
Dimensi: 11x18cm
ISBN: 978-602-50528-1-1
Harga: Rp 45.000
Melalui buku CINTA DI BALIK KELAMBU HEMODIALISIS ini, Nikmah Yuana
menceritakan kisah cintanya dengan Mas Teguh, suaminya. Saat pertemuan
pertamakali, kehidupan rumah tangga, hingga saat-saat mendampingi suaminya
menjalani rutinitas hemodialis (cuci darah). Alur cerita sengaja dibuat
maju-mundur, barangkali supaya lebih nikmat dibaca.
Mas Teguh terkena gagal ginjal setelah sebelumnya ia didera
diabetes. Itu yang kemudian menjadi tantangan berat bagi Nikmah dalam
menjalani kehidupan keluarganya. Namun, Nikmah bukan orang yang gampang
menyerah begitu saja.
Di buku ini pula, Nikmah menjelaskan secara detail apa saja yang
dialami suaminya, bagaimana ia memperlakukan suaminya serta usaha-usahanya
untuk kesembuhan sang suami. Ia mengakui pernah melakukan kesalahan. Membawa
suami ke pengobatan alternatif, yang ternyata bukannya sembuh malah semakin
memperburuk keadaan. Secara tidak langsung penulis hendak berpesan agar
berhati-hati dalam memilih pengobatan.
Buku ini berbeda. Jika buku lain ditulis dari sudut pandang medis,
atau cerita seorang pasien gagal ginjal, buku ini ditulis dari perspektif
pendamping pasien gagal ginjal. Bukan berarti buku ini menjadi minus, namun
justru perspektif inilah yang kemudian menjadikan buku ini layak untuk dibaca
siapa saja.
Memang bukan hal mudah bagi Nikmah, sebagai seorang dosen
sekaligus penggiat rumah baca, kemudian harus siap sedia melayani sang suami
yang terkena gagal ginjal. Di balik semua itu, ada satu kekuatan yang membuat
dia tetap tegar menghadapi ujian rintangan dalam hidupnya. Apa itu? Baca saja!
0 Response to "Kisah Cinta Aktivis Hingga Ruang Hemodialisis"
Posting Komentar