-->

Ini 8 Dampak Negatif Jika Anak Anda Kecanduan Smartphone

Agus M. Irkham | Penulis Buku Surga di Belakang Rumah Kita, Instruktur Literasi


Sumber foto: Haven Life

EDENTS PUBLIKA,, Anak-anak sekarang sangat akrab dengan produk digital, terutama telepon pintar (smartphone). Tanpa harus belajar, begitu handphone dalam genggaman, jari-jari mereka sudah sangat lincah mengoperasikannya. Itu sebabnya mereka disebut sebagai digital native, julukan anak-anak yang lahir pada saat produk digital dan internet sudah berkembang.

Perilaku yang langsung nampak dari generasi digital native ini, satu di antaranya, adalah berupa penggunaan telepon pintar yang berlebihan atau dalam waktu yang lama.

Tampilan dan isi telepon pintar memang sangat memikat perhatian. Ada ribuan apliaksi di dalam sebuah telepon pintar, dari aplikasi media sosial, game, pengeditan foto dan video, dan lain-lain. Semua bisa di-klik secara gratis. Semua itu berpotensi membuat anak tidak hanya senang menggunakan telepon pintar, tapi cenderung ketagihan.

Hal tersebut seyogianya harus dihindari. Apa pasal? Karena konsumsi berlebihan telepon pintar, video game daring dan produk digital lainnya mendatangkan mudarat atau dampak negatif.

Paling kurang ada 8 (delapan) dampak negatif konsumsi digital yang berlebihan.

Pertama, mempengaruhi kesehatan mata. Paparan berlebihan terhadap penggunaan telepon pintar dapat memicu penglihatan yang buruk. Saat menggunakan handphone, mata melakukan akomodasi yang intens dan lama. Sinar radiasi yang terpancar dari layar akan memapar mata. Hal itu dapat berujung pada kelainan refraksi bernama miopia.

Mata minus atau miopia adalah keadaan di mana seseorang ketika melihat objek yang jauh terlihat kabur, dan akan nampak jelas bila objeknya didekatkan. Miopia dalam perkembangannya mempunyai kecenderungan untuk bertambah, terutama kalau sejak kecil dibiasakan membaca terlalu intens.

Jumlah penderita miopia secara global meningkat dengan cepat. WHO memperkirakan 23 persen penduduk di seluruh dunia menderita miopia, dan akan meningkat sampai 50 persen pada tahun 2050. Untuk mengatasi ancaman miopia ini, anak-anak secara khusus harus menyediakan waktu yang cukup untuk berada di alam terbuka, minimal 45 menit setiap hari. Bisa berupa kegiatan olahraga, namun tidak tertutup kemungkinan kegiatan sekolah lain, seperti pengajaran sains dan sejarah di luar kelas. Hal seperti ini sudah dijalankan di pelbagai negara.

Selain itu, juga harus ada pembatasan waktu pemakaian telepon pintar. Mata jangan terus-menerus dipaksa berakomodasi. Mata perlu diistirahatkan dengan memandang jarak jauh (6 meter atau lebih) untuk beberapa saat, setiap 20-30 menit.

Kedua, mengganggu kualitas dan kuantitas tidur. Bermain handphone, video game atau lainnya tanpa terasa akan menyita waktu luang anak. Waktu yang bisa dimanfaatkan untuk istirahat habis di depan layar. Akibatnya jumlah jam tidur pun berkurang. Dan, karena pada saat tidur pikiran masih tertuju pada isi layar digital tersebut, akibatnya dalam tidurnya anak sering terjaga, gelisah, dan tidak bisa menikmati tidur yang berkualitas.

Jumlah penderita miopia secara global meningkat dengan cepat. WHO memperkirakan 23 persen penduduk di seluruh dunia menderita miopia, dan akan meningkat sampai 50 persen pada tahun 2050.

Ketiga, multitasking (mengerjakan banyak hal dalam satu waktu). Karena terbiasa
mengerjakan banyak hal dalam satu waktu, misalnya makan sambil nonton televisi atau facebook-an, bisa berdampak pada perilaku dan konsentrasi anak. Mereka menjadi sangat aktif dan kesulitan berkonsentrasi.

Keempat, berpengaruh ke menurunnya prestasi belajar. Waktu yang semestinya dapat digunakan untuk belajar, habis untuk bermain internet. Hal ini akan berdampak pada menurunnya pemahaman pelajaran sekolah, dan prestasi belajar bisa menurun.

Kelima, mempengaruhi perkembangan fisik. Keasyikan mengkonsumsi media digital membuat anak-anak lupa makan, menahan pipis, dan sedikit sekali geraknya. Atau sebaliknya anak terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat. Padahal badan perlu digerakkan agar sehat dan perkembangannya optimal. Anak-anak yang kecanduan media digital dapat terganggu perkembangan fisiknya. Pertumbuhan anak yang terganggu ini bisa dalam bentuk kurangnya tinggi badan, atau tinggi badan di bawah standar.

Berdasarkan penelitian  Atmarita  dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan pada 2010, tinggi badan anak laki-laki Indonesia pada umur lima tahun rata-rata kurang 6,7 centimeter dari tinggi yang seharusnya. Sedangkan pada anak perempuan kurang 7,3 centimeter. Anak umur 5 tahun seharusnya memiliki tinggi badan 110 cm.

Selain tentang berkurangnya tinggi badan, konsumsi digital yang berlebihan juga bisa menyebabkan kegemukan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi kegemukan anak balita Indonesia mencapai 14 persen, dengan rincian prevalensi 14,9 persen dari keluarga kaya dan 12,4 persen dari keluarga miskin. Jumlah anak balita kegemukan meningkat karena survei serupa pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi anak balita kegemukan baru 12,2 persen. Kasus kegemukan paling banyak terjadi tahun 2010, yaitu di Jakarta dengan 19,6 persen. Jadi ada dua kemungkinan, kekurangan gizi atau sebaliknya, mengalami obesitas atau kegemukan.

Keenam, mengganggu perkembangan sosial. Usai pulang sekolah yang semestinya bisa digunakan untuk bermain mengenal lingkungan sekitar dan bermain dengan teman-teman, diganti media digital sehingga dapat menyebabkan perkembangan sosialnya terganggu. Anak sulit menyesuaikan diri, cenderung mengurung diri, menaruh curiga pada setiap hal yang baru, baik suasana maupun orang dan lain sebagainya. Anak juga menjadi cenderung individualis, sulit bergaul secara langsung dan alamiah serta mengalami kesulitan mengenali berbagai nuansa perasaan.

Ketujuh, mengganggu perkembangan otak. Karena otak biasa digunakan untuk merespon secara cepat segala sesuatu tanpa melalui pemikiran yang mendalam, menyebabkan anak-anak cenderung tidak mampu bersabar. Penting bagi anak-anak untuk menyeimbangkan antara bermain di perangkat digital dan bermain di dunia nyata.

Kedelapan, mengganggu perkembangan penguasaan atau keterampilan berbahasa. Bahasa dipelajari sambil dipraktikkan. Jika tidak dipratikkan, maka perkembangan penguasaannya akan terkendala. Sebagian besar waktu anak-anak habis di depan layar telepon pintar dibandingkan dengan berbicara dengan teman-teman dan orang lain.

Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan media digital bisa menunda perkembangan bahasa anak, terutama untuk anak-anak usia 2 tahun dan di bawahnya.

Demikian dampak negatif jika anak anda kecanduan smartphone, semoga bermanfaat. 



 *) Artikel ini merupakan salah satu Sub Judul dalam Buku Surga di Belakang Rumah Kita karya Agus M. Irkham



Selengkapnya tentang buku dapat dilihat di link berikut:


0 Response to "Ini 8 Dampak Negatif Jika Anak Anda Kecanduan Smartphone"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel